Pages

Subscribe:

Jumat, 11 Januari 2013

KIPER TERBAIK

Legenda Uni Soviet Lev Yashin menjadi satu-satunya kiper yang sukses mencaplok gelar Ballon d'Or di tahun 1963, akan tetapi bila berbicara apa tidak ada lagi kiper terbaik di era lampau? Jawabannya ada! Tapi tidak seberuntung Yashin.

Memasuki tahun 1970, nama Sepp Maier muncul ke permukaan berkat performa gemilangnya. Ia bahkan bisa disebut salah satu kiper nomor satu terbaik di dunia pada paruh pertama di dekade tersebut. Ia menjadi bagian dari sukses Bayern Munich memenangkan tiga titel beruntun di kompetisi Eropa, mengantar Jerman berjaya di Euro 72, dan dua tahun selanjutnya ia kembali mengantarkan tim Panser menggondol trofi yang lebih bergengsi, Piala Dunia. Sayang beribu sayang, kebintangan Maier tertutupi oleh dua superstar Jerman ketika itu, Franz Beckenbauer dan Gerd Muller yang keduanya tidak pernah absen dari tiga terbaik dunia selama delapan tahun.

Kemudian aksi Dino Zoff di tahun 1973 yang mampu menjaga gawangnya dengan mencatat rekor tidak kebobolan selama 21 bulan hanya diapresiasi dengan gelar perak. Ia kalah dari Johan Cruyff, yang dianggap paling pantas memenangkan Ballon d'Or usai memimpin Ajax meraih gelar ketiganya di ajang Eropa. Raksasa Belanda itu mengalahkan Juventus-nya Zoff 1-0 di final. Karier Zoff sejatinya kembali mengangkasa saat dia berhasil mengangkat gelar Piala Dunia 1982 di usia 40. Di tahun itu pula ia memberikan enam gelar Scudetto bagi Juventus. Namun apa boleh bikin, aksi menawah Paolo Rossi, rekan setim Zoff, yang mencetak enam gol di Spanyol berhasil "menjatuhkan" pamor sang kiper untuk kemudian meraih gelar Ballon d'Or. Perlu diperdebatkan lagi memang, apakah sebetulnya Rossi pantas mengklaim Ballon d'Or ketika itu  sebab sebelum pentas Piala Dunia digelar ia lebih banyak mendekam di luar lapangan akibat terkena sanksi larangan bertanding dalam jangka panjang.

Ballon d'Or di tahun 1992 mungkin pantas disematkan pada sosok Peter Schmeichel yang secara epik dan mencengangkan dunia sukses mengantar timnas Denmark menganjung trofi Euro '92. Tapi lagi-lagi prestasi bukan jaminan mutlak. Justru Marco van Basten lah yang dianugerahi Ballon d'Or di tahun itu. Ironisnya, pada semi-final Euro di tahun tersebut, Schmeichel berhasil mengagalkan penalti van Basten di semi-final sebelum Denmark melaju ke partai puncak. AC Milan yang dibela van Basten juga terdepak dari ajang Eropa di edisi 91/92, meski pada akhirnya mungkin catatan 29 gol di kancah domestik dan mengantar Milan ke tahta Scudetto yang menjadi bahan pertimbangan van Basten meraih Ballon d'Or. Tapi jika Anda melihat perjuangan dramatis Manchester United-nya Schmeichel di Liga Champions edisi 1999, apakah Anda mau membantah betapa gigihnya combeback mustahil Setan Merah saat mengalahkan Bayern Munich di final? Yang mana kemenangan di ajang Liga Champions itu pun mengukuhkan status United sebagai treble-winners di tahun itu. 


 

Oliver Kahn
 turut pula menjadi salah satu legenda terlupakan di tahun 2001-2002. Aksi briliannya di final Liga Champions dengan mengalahkan Valencia dalam drama adu penalti benar-benar tidak dianggap. Tiga algojo berhasil ia bendung untuk memberdirikan timnya di podium juara di musim itu. Tapi apa lacur, Michael Owen dinilai paling pantas duduk di tahta Ballon d'Or atas kepahlawanannya mempersembahkan Piala FA, Piala Liga dan Piala UEFA bagi Liverpool. Apakah catatan itu lebih agung dibanding milik Kahn?

Di era modern ini, kembali dua nama sohor "terasingkan". Adalah Gianluigi Buffon dan Iker Casillas, dua kiper yang memenangkan Piala Dunia 2006 dan 2010 dengan hanya kebobolan dua gol sepanjang turnamen. Keduanya berjibaku mengamankan gawangnya selama final Piala Dunia, Buffon membuat penyelamatan krusial dengan membendung aksi berbahaya Zinedine Zidane dan Casillas yang menghentikan pergerakan Arjen Robben dalam posisi satu lawan satu. Khusus Casillas, jangan lupakan pula karena dua tahun sebelum Piala Dunia itu ia sudah mempersembahkan gelar Euro 2008 bagi tim Matador. Sementara Buffon pada akhirnya kalah kelas dari Fabio Cannavaro yang menempatkan diri di posisi pertama Ballon d'Or dan sang kiper harus rela jadi runner-up. Casillas? Sepertinya menjadi sebuah ironi tersendiri melihat Spanyol yang dalam beberapa tahun terakhir mendominasi dunia tapi tak satupun pemainnya bisa beridiri di podium Ballon d'Or. Yah, mencengangkan!

0 komentar:

Posting Komentar